Our Caring Team

Cahaya Terang Dari Surabaya

Spondilosis Cervical, Susi (53), JAKARTA

Cantik, enerjik dan bertalenta, mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Susi (53) istri Johnson Fransiskus (53) ini awalnya adalah seorang pramugari sebuah penerbangan komersil. Sudah ribuan jam terbang dan ratusan destinasi telah dijelajahi. Tetapi malang tak dapat ditolak, ditengah aktifitas tugasnya ia mengalami accident terjatuh dari pesawat dan harus menanggung rasa nyeri kelumpuhan selama satu tahun lebih.

Beruntung saat kondisinya membaik, perusahaan memberikan kesempatan untuk menjadi instruktur pramugari. Tetapi keberuntungan kembali belum berpihak kepadanya, derita nyeri lebih 7 tahun semakin menyiksa. Pengobatan dimulai dengan fisioterapi di daerah Bandung dan Bogor dan dokter sudah menyampaikan sumber masalah dari saraf leher. Tetapi dokter tidak bisa berbuat banyak karena tidak memiliki kompetensi untuk masalah saraf.

Salah satu dokter menawarkan tindakan operasi namun Susi sempat merasa ragu dengan jawaban dokter yang mengatakan prosentase kesembuhan hanya 50%. Artinya kemungkinan gagal juga 50%, akhirnya ibu tiga orang anak itu urung untuk menempuh jalan operasi dan pulang dengan menahan rasa sakit, kecewa dan putus asa.

Susi juga mencoba pengobatan alternatif kungfu dipandu seorang master dari Tiongkok. Puncaknya pada tahun 2014 nyeri semakin menjalar ke bagian kepala bahkan di awal 2015 kondisi semakin memburuk sampai sesak dan berat untuk bernafas. Kondisi ini membuatnya terpaksa harus keluar masuk Rumah Sakit untuk perawatan dan mengkonsumsi pain killer dosis tinggi setiap hari hingga berdampak luka dalam sistem pencernaan sampai harus dilakukan endoskopi.


Kondisi ini membawanya ke ambang putus harapan dan nyaris mengakhiri hidup. Beruntung berbekal cerita dari Vonny, seorang teman di Palembang, maka harapan kembali terang. Dari hasil MRI ditemukan penjepitan di saraf leher dan disarankan dokter untuk segera operasi. Kegagalan pengobatan salama ini telah membebani kondisi psikologis ibu Susi, sehingga memerlukan penjelasan berulang-ulang akan keamanan dan keberhasilan operasi.


“Saat sadar di ICU pasca operasi, saya mencoba menggerakkan kedua tangan dan perlahan menggerakkan kedua kaki saya, tidak ada yang lumpuh seperti yang saya takutkan sebelumnya, tidak ada nyeri lagi yang selama ini menyiksa saya, Terima kasih Tuhan, Engkau bangkitkan aku kembali, dan usai sudah penderitaan dan putus asa” ceritanya sesaat setelah operasi saraf lehernya. “Saya tidak punya saudara di Surabaya, tetapi saya memiliki keluarga baru di Brain and Spine Centre” ungkapnya diakhir cerita.