Our Caring Team

SEMPAT SYOK DAN TAK PUNYA HARAPAN HIDUP

Kebahagiaan Tjoa Bie Giok Anna ketika tumor otak yang membuat tubuhnya semi lumpuh berhasil diangkat.


Guratan kebahagiaan terpancar di wajah­ Tjoa Bie Giok Anna. Ia begitu antusias ketika diajak berbincang tentang penyakit yang pernah dideritanya. Ibu dua orang anak yang tinggal di Surabaya Barat tersebut baru saja melewati masa sulit setelah dokter memvonis ada tumor di otaknya. “Saya tak mengira bisa kembali sehat seperti sekarang ini, ketika divonis ada tumor di otak, rasanya dunia mau runtuh dan tak punya harapan hidup lagi,” kata Anna ketika berbincang dengan BSC beberapa saat lalu.

Istri Harjo Purnomo itu menceritakan kejadian sekitar dua tahun lalu. Waktu itu ia merasakan kaki sebelah kirinya terasa lemas tak berdaya sehingga kalau jalan jadi pincang. Merasa ada gangguan ia lalu berobat ke dokter orthopedi. “Dari hasil pemeriksaan dokter ahli tulang fisik saya tidak ada masalah, semua baik-baik saja.” Yang membuat ia makin cemas, lama ke­lamaan­ yang lunglai bukan hanya kaki tapi sudah menjalar ke tangan kiri. Karena tak ada tenaga sehingga tangan tidak bisa digunakan untuk mengangkat sesuatu.

Anna yang memiliki usaha eksportir bahan-bahan parfum ke luar negeri serta penjual aneka kue tersebut kemudian ke dokter saraf untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab sakitnya tersebut. Lagi-lagi dia tak menemukan jawaban yang memuaskan. Menurut diagnosa dokter, sakit itu dipicu adanya salah satu saraf yang terjepit. Lalu, untuk menormalkan, kaki dan tangan yang semi lumpuh tersebut disuntik. Tapi tetap saja tak ada perubahan demikian ketika mencoba ke dokter saraf lainnya. “Saya nyaris putus asa, sebab tidak ada perkembangan yang menggembirakan. Bahkan beberapa bulan kemudian tidak sekedar lemas tapi kalau dibuat jalan kaki sakitnya minta ampun,” paparnya.
Tidak puas dengan dokter di Surabaya, atas saran seorang teman kemudian mencoba berobat ke di Malaka. Tanpa membuang waktu Anna bersama keluarga menuju ke sana. Setiba di rumah sakit dari hasil MRI akhirnya diketahui bahwa di dalam kepala saya tumbuh tumor dengan ukuran sekepalan tangan. Gumpalan tumor itu menekan otak sehingga saya mengalami kelumpuhan,” kata Anna yang sampai saat ini kadang masih trauma.

PUPUS HARAPAN

Sejak divonis adanya tumor Anna seolah pupus harapan. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh seluruh keluarganya. Bahkan anak sulungnya yang tinggal di Melbourne, Australia histeris dan langsung masuk rumah sakit. Begitu diketahui ada tumor, dokter saat itu sudah minta agar segera dilakukan­ operasi. Tapi melihat sikap dokternya ia mengaku tidak berminat dan segera kembali ke Surabaya.
Namun atas masukan kerabatnya, Anna akan dibawa berobat ke Singapura. Tapi Anna membatalkan keberangkatan meski tiket pesawat dan hotel sudah siap. Pembatalan itu setelah dia mendapat informasi jika di Surabaya ada seorang ahli bedah saraf tumor di otak. Kemudian Anna bergegas mendatangi dr. Sofyan yang satu tim dengan dr. Agus Anab.

Wanita supel itu mengaku penjelasan di sini sangat gamblang dan mampu menenangkan batinnya. “Memang tetap harus operasi tapi dari penjelasan yang disampaikan membuat rasa takut saya hilang, bahkan justru berubah menjadi optimis,” papar Anna semangat. Tapi niatannya melakukan operasi tersebut justru di tentang oleh keluarga besarnya. Mereka semua tidak yakin bahwa dokter di Surabaya mampu melakukan operasi dengan kesulitan tinggi. Karena itu mereka minta agar Anna tetap melakukan operasi di luar negeri saja. “Bahkan malam menjelang operasi anak saya yang datang dari Australia masih terus berusaha merayu agar saya mau membatalkan operasi. Tapi, saya tetap pada pendirian,” cerita Anna mantap.

SEMPAT KETAKUTAN

Setelah siuman dari operasi yang berjalan sekitar 12 jam lamanya Anna sempat ketakutan sebab tangannya kirinya justru sama sekali tak bertenaga. “Saya deg-degan bagaimana kalau saya malah lumpuh,” ujarnya sambil tertawa. Tapi ketakutan ini tak berlangsung lama. Sekitar dua hari berikutnya tangannya mulai bisa digerak-gerakkan bahkan kaki kirinya juga mulai bertenaga. “Puji Tuhan kebahagiaan saya tak terkira begitu merasakan anggota tubuh saya mulai berfungsi,” katanya dengan wajah berbinar. Setelah berjalan dua bulan berikutnya saat ini kondisi fisiknya kembali bugar.

Sejak kesembuhan itu makin bersemangat mengabarkan kepada siapa saja. “Saya selalu katakan pada setiap orang. Kalau mengalami sakit seperti yang saya alami, saya minta tidak usah jauh-jauh ke luar negeri, cukup dokter di Surabaya sudah bisa menangani,” katanya dengan nada penuh semangat.

HARUS EKSTRA HATI-HATI­ DAN TELATEN

Dr. Agus Anab, SpBS, yang bersama dr. Sofyan, SpBS, dalam pengangkatan tumor Anna menjelaskan bahwa operasi Anna membutuhkan waktu 12 jam mengingat ukuran­ tumornya sangat besar. “Besarnya sekitar seperempat dari besar otak itu sendiri,” kata lelaki yang biasa disapa dengan panggilan dr. Aca tersebut.

Tumor jenis meningioma tersebut diperkirakan sudah muncul sejak 7 sampai 10 tahun lalu. Tapi, karena pertumbuhannya lambat sehingga pada fase awal tidak menganggu fungsi organ lain. Tapi, begitu volumenya membesar dan menekan otak maka barulah terjadi gangguan. “Untung segera dilakukan pengangakatan kalau tidak akan berakibat kelumpuhan total dan berujung kematian,” jelas Aca yang memperdalam operasi tumor otak di Stuttgart Jerman serta Strasbourg Prancis.

Keterampilan yang tinggi diperlukan karena letak tumor yang lengket dengan jaringan otak. "Kita harus ekstra hati-hati dan telaten, sebab harus bisa memisahkan mili demi mili tanpa boleh sedikitpun merusak jaringan otak. Karena sedikit saja cedera maka pasti akan mengalami kecacatan, entah itu lumpuh atau lainnya,” kata Aca bahwa untuk melakukan operasi sejenis dibutuhkan jam terbang yang sudah tinggi.

Melihat dari kasus yang dialami oleh Anna, Aca kembali menyarankan, bahwa setiap orang sebaiknya melakukan screening dengan MRI kendati secara fisik tampak sehat. “Siapa tahu di dalam otak tumbuh tumor. Kalau diketahui sejak awal tentu penanganannya jauh lebih mudah dan rendah resiko,” pinta dr. Aca.